Jumat, 18 Januari 2013

Sengketa Lahan SMP PGRI 1 Kedungsalam, Siswa Terpaksa Hengkang

SUARAAGRARIAcom, Sengketa Tanah di Malang: Dunia pendidikan nasional kembali dirundung duka. Sengketa lahan antara SMP PGRI 1 Kedungsalam, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang dengan pihak ahli waris keluarga, putra dari Krijomedjo. belum ada solusi. Lagi, peserta didik kembali jadi korban, mereka mau tak mau terpaksa  pindah tempat (24/10/2012).

Menurut salah satu staf sekolah tersebut yang enggan disebutkan namanya, proses pemindahan sebenarnya dilakukan sejak tanggal 23/10/2012 malam. Barang-barang yang dipindahkan adalah bangku, papan tulis, dan beberapa fasilitas belajar lainnya.

Sengketa Lahan Korbankan Siswa
Pihak sekolah memutuskan pindah karena belum ada titik terang tentang masalah sengketa lahan ini dengan pihak ahli waris. “Padahal kondisi ruangan di tempat yang baru belum layak untuk dipakai dalam proses belajar mengajar,” keluhnya.

Menanggapi kepindahan ini, Pihak Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan PGRI Kabupaten Malang, mengaku tak bisa berbuat banyak. Keputusan untuk pindah lebih karena agar proses belajar mengajar tetap berlangsung. “Jangan sampai peserta didik dirugikan karena sengketa tanah ini,” tutur salah satu pengurus.

Sebelumnya, pihak ahli waris menyegel SMP PGRI 1 Kedungsalam. Akibatnya kegiatan belajar mengajar  90 siswa dilaksanakan di tengah sawah dengan beralaskan tikar. Yayasan mengaku tidak sanggup mengganti biaya, karena sama sekali tak memiliki dana. Sementara ahli waris tetap meminta ganti rugi Rp. 1 miliar, ini artinya sengketa tanah tersebut belum ada titik terang.

Ahli Waris Minta Ganti Rugi Tanah Yang Disengketakan
“Ahli waris memiliki petok D, dan minta ganti rugi penggunaan lahan yang disengketakan yang sudah berpuluhan tahun lamanya,” terang Slamet Efendi, selaku penasehat hukum.

Lanjutnya, tanah bersengketa seluas 1.800 meter persegi ini adalah milik almarhum Krijomedjo, ayah dari Suparno. Ceritanya, pada 1968 ABRI meminjam tanah Krijomedjo untuk digunakan sebagai barak militer selama dua tahun.

Selanjutnya lahan bersengketa ini kemudian digunakan untuk proses belajar mengajar bagi warga sekitar. Sampai saat ini, pihak ahli waris mengklaim tidak pernah mendapatkan ganti rugi lahan. “44 tahun tanah itu ditempati tanpa ganti rugi,” tukas Slamet.

Katanya lagi, jika pemerintah ingin gedung tersebut tetap beridiri di atas lahan yang disengketakan itu, pihak ahli waris mempersilahkan membeli atau menukar guling dengan lahan lainnya. “Kami sebenarnya prihatin dengan para siswa, kenapa mereka jadi korban, pemerintah harus menyelesaikan kasus ini dengan adil,” harap Slamet.

Sementara itu, kepindahan para siswa SMP tersebut mendapat simpati masyarakat setempat. Masyarakat bergotong royong membantu mempersiapkan ruang belajar di tempat yang baru yakni di kompleks TK Dharma Wanita 3, masih di Kedungsalam.

Jadi, mau sampai kapan pendidikan kita dan pelajar - pelajar kita dikorbankan akibat sengketa tanah?

(bam)

sumber/
source:

suaraagraria.com


Related Post:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar